Keuskupan Timika adalah bagian yang tak terpisahkan dari Sejarah Gereja Katolik di tanah Papua, khususnya di wilayah Selatan Papua, bahkan tak terlepas dari Sejarah Gereja Katolik di Indonesia. Bermula sejak tanggal 11 Juli 1891, Pemerintah memberi ijin kepada Gereja untuk bekerja di Papua bagian Barat Daya.
DAERAH MISI: Periode pelayanan Tarekat SJ – Tarekat MSC – Ordo OFM
22 Mei 1894, Pater Cornelis Le Cocq D’Armandville SJ mendarat di Papua, di Skroe dekat Fakfak. Dalam 10 hari ia mempermandikan 73 anak.
Tgl 27 Mei 1896, dalam perjalanan pulang dari menyusur daerah Timur Papua, pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ singgah di Kipia pantai Mimika dimana ia menemukan banyak penduduk tersebar di kampung-kampung. Di tanah ini, pastor Le Cocq berjanji untuk mendirikan tanah misi. Sayang sekali bahwa beliau harus mengakhiri perjalanan misi untuk selamanya di pantai kampung Kipia karena ajal menjemputnya saat beliau hendak kembali dari darat ke kapal yang membawanya berlayar.
Tgl 22 Desember 1902, Vikariat Apostolik Batavia dipecah menjadi 2 wilayah, dimana wilayah bagian timur Sulawesi dijadikan Prefektor Apostilik Nederland Nieuw Ginea dan Prefektur diserahkan kepada pastor-pastor MSC. Tgl 1 Januari 1904, di Langgur (Kei) diadakan SERAH TERIMA pekerjaan dari tangan pastor-pastor SJ ke tangan pastor-pastor MSC.
Janji Pastor Le Cocq d’Armandville SJ rasul pertama tanah Papua untuk mendirikan Misi di Mimika baru tergenapi 33 tahun kemudian, ketika Yang Mulia Mgr Johanes Aerts MSC bersama pastor Kowatzky MSC dan beberapa guru asal Kei mendarat di Kokonao pada tgl 9 Mei 1927 dan sejak itu, wilayah Pantai Mimika ini dilayani oleh Para Misionaris MSC. Permandian PERTAMA diadakan di Kokonao oleh pastor Kowatzky pada tgl 11 Agustus 1928.
Pada tanggal 27 Desember 1929, Pastor Hermanus Tillemans MSC (kelak jadi Uskup Agung Merauke) meneruskan misi gereja di Pantai Selatan dan memperluas wilayah pelayanan gereja sampai ke daerah pegunungan di sepanjang daerah Paniai. Misi gereja Katolik berkembang pesat, baik di daerah Pantai selatan maupun di daerah Paniai (Pegunungan Tengah). Banyak tenaga misionaris MSC silih berganti mengisi pos-pos pelayanan, khususnya di daerah Mimika, selama kurun waktu 22 tahun sebelum diserahkan daerah pelayanan ini kepada Misionaris Fransiskan (OFM).
Tgl 12 Mei 1949, Vikaris Apostolik Nederland Nieuw Guinea yang berpusat di Lannggur (Kei-Maluku), dimekarkan menjadi dua wilayah yakni wilayah gereja yang dilayandi MSC menjdi Vikariat Apostilik Amboina, sedangkan wilayah gereja yang dilayani OFM menjadi Prefektur Apostolik Hollandia (sekarang: K. Jayapura). Hal itu berarti di bumi Papua, sudah ada 2 wilayah gerejani yaitu Vikariat Apostolik Merauke dan Prefektur Apostolik Hollandia.
Pada tgl 31 Mei 1950, setelah seluruh perjuangana menyiapkan lahan subur di ladang Tuhan di daerah Paniai, Pastor Herman Tillemans menyerahkan daerah pelayanan Paniai kepada para Misionaris Fransiskan dan beliau memohon diri kembali ke Mimika di Pantai Selatan, tepatnya di Kokonao yang masih dilayani oleh para misionaris MSC.
Tgl 26 Juni 1953, Kongregasi de Propaganda Fide menulis surat Keputusan: daerah Mimika mulai tanggal ini diserahkan dari MSC ke OFM dan selanjutnya secara silih berganti wilayah ini dilayani oleh para pastor Fransiskan. Mereka meneruskan karya para pastor MSC dan pada Tgl 17 Pebruari 1957, mereka mengembangkan karya pelayanan ke daerah Pegunungan yang didiami suku Amungme yang tinggal di Lembah Tsinga, sebelah selatan pegunungan Carztensz.
Tgl 19 Desember 1959, Kongregasi De Propaganda Fide memutuskan bahwa Prefektur Apostolik Holandia ditingkatkan statusnya menjadi Vikariat Apostolik Holandia
Tgl 3 Januari 1961, Paus Yohanes XXIII mengeluarkan Dekrit Quod Christus Adoratus yang antara lain menegaskan Pendirian Hirarki Gereja di Indonesia. Vikariat dan Prefektur Apostolik ditingkatkan statusnya menjadi KEUSKUPAN, sehingga lahirlah KEUSKUPAN HOLANDIA (Kini: K. Jayapura).
Karena Paus menghormati hukum internasional maka Gereja Papua tidak masuk ke wilayah hirarki Gereja di Indonesia
Tgl 28-29 Desember 1977, dirayakan secara besar-besaran PESTA EMAS Gereja Katolik di tanah Mimika.
DARI KEUSKUPAN JAYAPURA menuju – VIKARIAT EPISKOPAL – dan akhirnya KEUSKUPAN TIMIKA
Tgl 1 Januari 1989, Uskup Jayapaura Mgr Herman Munninghoff OFM memutuskan membentuk Vikariat Episkopal untuk bagian barat wilayah Keuskupan Jayapura. Dalam Sidang Agung KWIn tg; 15 Nopember 2001, diajukan usul bahwa Vikariat Episkopal bagian Barat dipertimbangkan untuk menjadi Keuskupan terpisah dari Keuskupan Jayapura.
Tgl 19 Desember 2003, Paus Yohanes Paulus II mengesahkan berdirinya Keuskupan Timika sebagai pemekaran dari Keuskjpan Jayapura. Timika ditunjuk sebagai Puusat Keuskjpan dan Gereja Tiga Raja ditetapkan sebagai Gereja Katdral Keuskupan Timika. Pastor Johanes Philipus Saklil Pr terpilih sebagai Uskup Pertama Keuskupan Timika. Pengesahan ini disiarkan dalam berita resmi lewat Radio Vatikan pada tgl 10 Januari 2004.
Tgl 18 April 2004, Di Timika diselenggarakan Perayaan Ekaristi Kudus peresmian berdirinya Keuskupan Timika dan tahbisan Uskup Pertama, Mgr Johanes Philipus Saklil.
DAERAH MISI: Periode pelayanan Tarekat SJ – Tarekat MSC – Ordo OFM
22 Mei 1894, Pater Cornelis Le Cocq D’Armandville SJ mendarat di Papua, di Skroe dekat Fakfak. Dalam 10 hari ia mempermandikan 73 anak.
Tgl 27 Mei 1896, dalam perjalanan pulang dari menyusur daerah Timur Papua, pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ singgah di Kipia pantai Mimika dimana ia menemukan banyak penduduk tersebar di kampung-kampung. Di tanah ini, pastor Le Cocq berjanji untuk mendirikan tanah misi. Sayang sekali bahwa beliau harus mengakhiri perjalanan misi untuk selamanya di pantai kampung Kipia karena ajal menjemputnya saat beliau hendak kembali dari darat ke kapal yang membawanya berlayar.
Tgl 22 Desember 1902, Vikariat Apostolik Batavia dipecah menjadi 2 wilayah, dimana wilayah bagian timur Sulawesi dijadikan Prefektor Apostilik Nederland Nieuw Ginea dan Prefektur diserahkan kepada pastor-pastor MSC. Tgl 1 Januari 1904, di Langgur (Kei) diadakan SERAH TERIMA pekerjaan dari tangan pastor-pastor SJ ke tangan pastor-pastor MSC.
Janji Pastor Le Cocq d’Armandville SJ rasul pertama tanah Papua untuk mendirikan Misi di Mimika baru tergenapi 33 tahun kemudian, ketika Yang Mulia Mgr Johanes Aerts MSC bersama pastor Kowatzky MSC dan beberapa guru asal Kei mendarat di Kokonao pada tgl 9 Mei 1927 dan sejak itu, wilayah Pantai Mimika ini dilayani oleh Para Misionaris MSC. Permandian PERTAMA diadakan di Kokonao oleh pastor Kowatzky pada tgl 11 Agustus 1928.
Pada tanggal 27 Desember 1929, Pastor Hermanus Tillemans MSC (kelak jadi Uskup Agung Merauke) meneruskan misi gereja di Pantai Selatan dan memperluas wilayah pelayanan gereja sampai ke daerah pegunungan di sepanjang daerah Paniai. Misi gereja Katolik berkembang pesat, baik di daerah Pantai selatan maupun di daerah Paniai (Pegunungan Tengah). Banyak tenaga misionaris MSC silih berganti mengisi pos-pos pelayanan, khususnya di daerah Mimika, selama kurun waktu 22 tahun sebelum diserahkan daerah pelayanan ini kepada Misionaris Fransiskan (OFM).
Tgl 12 Mei 1949, Vikaris Apostolik Nederland Nieuw Guinea yang berpusat di Lannggur (Kei-Maluku), dimekarkan menjadi dua wilayah yakni wilayah gereja yang dilayandi MSC menjdi Vikariat Apostilik Amboina, sedangkan wilayah gereja yang dilayani OFM menjadi Prefektur Apostolik Hollandia (sekarang: K. Jayapura). Hal itu berarti di bumi Papua, sudah ada 2 wilayah gerejani yaitu Vikariat Apostolik Merauke dan Prefektur Apostolik Hollandia.
Pada tgl 31 Mei 1950, setelah seluruh perjuangana menyiapkan lahan subur di ladang Tuhan di daerah Paniai, Pastor Herman Tillemans menyerahkan daerah pelayanan Paniai kepada para Misionaris Fransiskan dan beliau memohon diri kembali ke Mimika di Pantai Selatan, tepatnya di Kokonao yang masih dilayani oleh para misionaris MSC.
Tgl 26 Juni 1953, Kongregasi de Propaganda Fide menulis surat Keputusan: daerah Mimika mulai tanggal ini diserahkan dari MSC ke OFM dan selanjutnya secara silih berganti wilayah ini dilayani oleh para pastor Fransiskan. Mereka meneruskan karya para pastor MSC dan pada Tgl 17 Pebruari 1957, mereka mengembangkan karya pelayanan ke daerah Pegunungan yang didiami suku Amungme yang tinggal di Lembah Tsinga, sebelah selatan pegunungan Carztensz.
Tgl 19 Desember 1959, Kongregasi De Propaganda Fide memutuskan bahwa Prefektur Apostolik Holandia ditingkatkan statusnya menjadi Vikariat Apostolik Holandia
Tgl 3 Januari 1961, Paus Yohanes XXIII mengeluarkan Dekrit Quod Christus Adoratus yang antara lain menegaskan Pendirian Hirarki Gereja di Indonesia. Vikariat dan Prefektur Apostolik ditingkatkan statusnya menjadi KEUSKUPAN, sehingga lahirlah KEUSKUPAN HOLANDIA (Kini: K. Jayapura).
Karena Paus menghormati hukum internasional maka Gereja Papua tidak masuk ke wilayah hirarki Gereja di Indonesia
Tgl 28-29 Desember 1977, dirayakan secara besar-besaran PESTA EMAS Gereja Katolik di tanah Mimika.
DARI KEUSKUPAN JAYAPURA menuju – VIKARIAT EPISKOPAL – dan akhirnya KEUSKUPAN TIMIKA
Tgl 1 Januari 1989, Uskup Jayapaura Mgr Herman Munninghoff OFM memutuskan membentuk Vikariat Episkopal untuk bagian barat wilayah Keuskupan Jayapura. Dalam Sidang Agung KWIn tg; 15 Nopember 2001, diajukan usul bahwa Vikariat Episkopal bagian Barat dipertimbangkan untuk menjadi Keuskupan terpisah dari Keuskupan Jayapura.
Tgl 19 Desember 2003, Paus Yohanes Paulus II mengesahkan berdirinya Keuskupan Timika sebagai pemekaran dari Keuskjpan Jayapura. Timika ditunjuk sebagai Puusat Keuskjpan dan Gereja Tiga Raja ditetapkan sebagai Gereja Katdral Keuskupan Timika. Pastor Johanes Philipus Saklil Pr terpilih sebagai Uskup Pertama Keuskupan Timika. Pengesahan ini disiarkan dalam berita resmi lewat Radio Vatikan pada tgl 10 Januari 2004.
Tgl 18 April 2004, Di Timika diselenggarakan Perayaan Ekaristi Kudus peresmian berdirinya Keuskupan Timika dan tahbisan Uskup Pertama, Mgr Johanes Philipus Saklil.
<![CDATA[//><!]]>
-->
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !