RG. Percetakan murah Kendari | PERCETAKAN SURABAYA | REPUBLIC GRAFIKA
Headlines News :

RG. Percetakan murah Kendari

Written By surabaya grafika on Senin, 03 Februari 2014 | 02.39

Terbentuknya Kota Kendari diawali dengan terbukanya Teluk Kendari menjadi pelabuhan bagi para pedagang, khususnya pedagang Bajo dan Bugis yang dating berdagang sekaligus bermukim di sekitar Teluk Kendari. Fenomena ini juga didukung oleh kondisi sosial politik dan keamanan di daerah asal kedua suku bangsa tersebut di Kerajaan Luwu dan Kerajaan Bone.




Sejarah Kota Kendari di Awali Pedagang Bajo

KENDARI  (SK) - Terbentuknya Kota Kendari diawali dengan terbukanya Teluk Kendari menjadi pelabuhan bagi para pedagang, khususnya pedagang Bajo dan Bugis yang dating berdagang sekaligus bermukim di sekitar Teluk Kendari. Fenomena ini juga didukung oleh kondisi sosial politik dan keamanan di daerah asal kedua suku bangsa tersebut di Kerajaan Luwu dan Kerajaan Bone.
Pada awal abad ke-19 sampai dengan kunjungan Vosmaer (seorang Belanda) pada tahun 1831, Kendari merupakan tempat penimbunan barang (pelabuhan transito). Kegiatan perdagangan kebanyakan dilakukan oleh orang Bajo dan Bugis yang menampung hasil bumi dari pedalaman dan dari sekitar Teluk Tolo (Sulawesi Tengah). Barang-barang tersebut selanjutnya dikirim ke Makassar atau kekawasan Barat Nusantara sampai ke Singapura.
Berita tertulis pertama Kota Kendari diperoleh dari tulisan Vosmaer (1839) yang mengunjungi Teluk Kendari untuk pertama kalinya pada tanggal 9 Mei 1831 dan membuat peta Teluk Kendari. Sejak itu Teluk Kendari dikenal dengan nama Vosmaer’s Baai (TelukVosmaer). Vosmaer kemudian mendirikan Lodge (Loji = kantor dagang) di sisi utara Teluk Kendari. Pada tahun 1832 Vosmaer mendirikan rumah untuk Raja Laiwoi bernama Tebau, yang sebelumnya bermukim di Lepo-lepo.Mengacu pada informasi tersebut, maka Kota Kendari telah ada pada awal abad ke-19, dan secara resmi menjadi ibukota Kerajaan Laiwoi pada tahun 1832, ditandai dengan pindahnya istana Kerajaan Laiwoi di sekitar Teluk Kendari; dengandemikian, Kota Kendari sebagai ibukota sudah berusia sekitar 176 tahun, dan jauh sebelum itu telah ada perkembangan sejarah masyarakat di wilayah Kota Kendari sekarang ini.
Kota Kendari dalam berbagai dimensi dapat dikatakan sudah cukup tua. Hal didasarkan pada beberapa sumber baik secara lisan maupun dokumentasi. Jika Kota Kendari dilihat dari fungsinya, maka dapat disebut sebagai kota dagang, kota pelabuhan dan kota pusat kerajaan. Kota Kendari sebagai kota dagang merupakan fungsi yang tertua baik sumber lisan dari pelayar Bugis dan Bajo maupun dalam Lontara’ Bajo, dan sumber penulis Belanda (Vosmaer,1839) dan penulis Inggris (Heeren, 1972) menyatakan bahwa para pelayar Bugis dan Bajo telah melakukan aktivitas perdagangan di Teluk Kendari pada akhir abad ke-18 ditunjukkan adanya pemukiman kedua etnis tersebut disekitar Teluk Kendari




pada awal abad ke-19. Sebagai fungsi kota pelabuhan dapat dikatakan pada awal abad ke-19, menyusul fungsi Kota Kendari sebagai kota pusat Kerajaan Laiwoi pada tahun 1832 ketika dibangunnya istana raja di sekitar Teluk Kendari.
Pada waktu Mokole Konawe Lakidende wafat maka Tebau Sapati Ranome Eto sudah mengaggap diri sebagai kerajaan sendiri lepas dari Kerajaan Konawe, dan sejak itu pula Tebau Sapati Raname Eto mengadakan hubungan dengan pihak Belanda yang kemudian pada waktu
Belanda datang di wilayah Ranome Eto diadakanlah perjanjian dengan Belanda di tahun 1858 yang ditandatangani oleh ”Lamanggu raja Laiwoi” dan di pihak Belanda ditandatangani oleh A.A. Devries atas nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Dan di tahun 1906 pelabuhan Kendari yang dulunya dikenal dengan nama ”Kampung Bajo” dibuka untuk kapal-kapal Belanda. Dengan demikian mengalirlah pedagang-pedagang Tiong Hoa dating ke Kendari. Perhubungan jalan mulai dibangun sampai kepedalaman. Raja diberi gelar Raja Van Laiwoi dan rakyat mulai di resettle membuat perkampungan dipinggir jalan raya. Kendari berangsur-angsur dibangun jadi kota dan tempat-tempat kedudukan district Hoofd.
Kota Kendari dimasa Pemerintahan Kolonial Belanda merupakan ibu kota kewedanaan dan ibu kota onder Afdeling Laiwoi yang luas wilayahnya pada masa itu kurang lebih 31,420 km2. Sejalan dengan dinamika perkembangan sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan laut anta pulau, maka Kendari terus tumbuh menjadi ibu kota kabupaten dan masuk dalam wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. (Parman BB)


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Republic Grafika
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. PERCETAKAN SURABAYA | REPUBLIC GRAFIKA - All Rights Reserved
Template Design by Republic Grafika Published by Republic Grafika