Sayang seribu sayang, bekas peninggalan kerajaan tua di pulau
Jawa bagian timur seakan tidak berbekas. Bahkan kepedulian masyarakat dan
Pemerintah setempat terhadap peninggalan kota yang dulu dikenal pusat
pemerintah besar di bawah kerajaan Kediri dan Singosari ditelan zaman.
Dikutip dari berbagai sumber, nama Lumajang berasal dari
"Lamajang" yang diketahui dari penelusuran sejarah, data prasasti,
naskah-naskah kuno, bukti-bukti petilasan dan hasil kajian pada beberapa
seminar dalam rangka menetapkan hari jadinya. Beberapa bukti peninggalan yang
ada antara lain, Prasasti Mula Malurung, Naskah Negara Kertagama, Kitab
Pararaton, Kidung Harsa Wijaya,Kitab Pujangga Manik, Serat Babad Tanah Jawi dan
Serat Kanda.
Karena Prasasti Mula Manurung dinyatakan sebagai prasasti tertua
dan pernah menyebut-nyebut "Negara Lamajang" maka dianggap sebagai
titik tolak pertimbangan hari jadi Lumajang.
Prasasti Mula Manurung ini ditemukan pada tahun 1975 di Kediri.
Prasasti ini ditemukan berangka tahun 1977 Saka, mempunyai 12 lempengan
tembaga. Pada lempengan VII halaman a baris 1 - 3 prasasti Mula Manurung
menyebutkan "Sira Nararyya Sminingrat, pinralista juru Lamajang
pinasangaken jagat palaku, ngkaneng nagara Lamajang" yang artinya : Beliau
Nararyya Sminingrat (Wisnuwardhana) ditetapkan menjadi juru di Lamajang
diangkat menjadi pelindung dunia di Negara Lamajang tahun 1177 Saka pada
Prasasti tersebut setelah diadakan penelitian / penghitungan kalender kuno maka
ditemukan dalam tahun Jawa pada tanggal 14 Dulkaidah 1165 atau tanggal 15
Desember 1255 M.
Mengingat keberadaan Negara Lamajang sudah cukup meyakinkan
bahwa 1255M itu Lamajang sudah merupakan sebuah negara berpenduduk, mempunyai wilayah,
mempunyai raja (pemimpin) dan pemerintahan yang teratur, maka ditetapkanlah
tanggal 15 Desember 1255 M sebagai hari jadi Lumajang yang dituangkan dalam
Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Lumajang Nomor 414 Tahun 1990 tanggal
20 Oktober 1990.
Sejak tahun 1928 Lumajang telah dipimpin oleh sejumlah bupati.
Bupati-bupati yang pernah dan sedang memimpin Lumajang antara lain, KRY
Kertodirejo (1928 - 1941), R. Abu Bakar (1941 - 1948), R. Sastrodikoro (1948 -
1959), R. Sukardjono (1959 - 1966), RN.G. Subowo (1966 - 1973), Suwandi (1973 -
1983), Karsid (1983 - 1988), H.M. Samsi Ridwan (1988 - 1993), Tarmin Hariyadi
(1993 - 1998), Drs. Achmad Fauzi (1998 - 2008), Dr. H. Sjahrazad Masdar, MA
(2008 - 2013).
Kerajaan besar di wilayah timur pulau Jawa, kini hanya tinggal
kenang dan cerita. Bahkan sejumlah peninggalan Kerajaan Lmajang Kuno di masa
kejayaan tidak bisa diketahui, karena kepulian Pemerintah daerah sangat rendah
meski sudah berganti 11 bupati (pemimpin daerah).
Bahkan untuk mendapatkan informasi sejarah Lumajang yang
terkenal dengan sebutan Kota Pisang sangat sulit. Akibatnya masyarakat Lumajang
sendiri tidak mengetahui pasti Kota Lumajang Kuno ada dimana dan bagaiman
dulunya terbentuk.
Jadi jangan heran bila pelajar di Lumajang tidak mengetahui
sejarah kotanya yang dulu terkenal dengan Kerajaan besar dimassanya. Karena
sejumlah peninggalan Kerajaan Lamajang tidak dirawat dan tereferensi akurat.
Bahkan situs peninggalan Kotaraja Lumajang yang berada di Dusun
Biting Desa Kutorenon Kecamatan Sukodono tidak terawat dan tidak dikelola
dengan baik oleh Pemerintah Setempat. Padahal di`tempat itu ada makam yang
diduga Arya Wiraja Raja, mantan Adipati Sumenep yang merupakan pemimpin
Kerajaan Lamajang untuk wilayah Majapahit wilayah Timur.
Dari tahun ke tahun, pemimpin di Lumajang tidak pernah
memikirkan untuk membuat museum cagar budaya untuk peninggalan Kerajaan
Lamajang Kuno.
Kabar terbaru, Situs Kotaraja Kuno kini mulai terpinggirkan
dengan adanya pengembangan perumahan Biting. Bahkan akibat perluasan perumahan
oleh pengembang, sejumlah situs bangunan peninggalan mulai hilang dan tak
berjejak. Perluasan perumahan yang mengancam situs asal usul kota Lumajang,
pemerintah daerah diam dan membiarkan tanpa berbuat apa-apa.
Beruntung kumpulan orang yang tergabung dalam Masyarakat Peduli
Peninggalan Mojopahit (MPP) Lumajang, mencegah Buldoser yang hendak merusak
gundukan tanah yang didalam ada tumpukan batu bata yang merupakan bangunan
kerajaan Kuno Lamajang. Berkat adanya MPPM, pengembang perumahan tidak berani
lagi melakukan perluasan yang mengarah ke situs peninggalan sejara Lamajang.
Kini pemerintahan Lumajang mulai lupa asal usulnya, sehingga
peninggalan leluhurnya dibiarkan terbengkalai tak terawat. Bahkan pemkab
Lumajang tidak menganggarkan soal perawatan situs peninggalan sejarah Lumajang
baik di tahun 2010 lalu dan 2011 sekarang. Lalu siapa lagi yang harus
bertanggung jawab dengan peninggalan Kerajaan Lamajang Kuno? Apakah dibiarkan
musnah berkalang tanah dan tidak lagi dikenal sebagai warisan budaya bangsa
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !